Oleh : Hasbi, S.Tr.M., C.FR.
BANDA ACEH – Gampong Lhong Cut Kecamatan Banda Raya Kota Banda Aceh, melaksanakan kegiatan buka puasa bersama dalam rangka memperingati Malam Nuzulul Qur’an 1446 Hijriyah (16/03/2025). Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan saban tahun setiap datangnya bulan sucu Ramadhan yang berpusat di halaman Meunasah At-Thahirah Gampong setempat. Sebagaimana lazimnya dan telah menjadi tradisi di Aceh setiap perayaan hari besar islam di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dan kabupaten/kota lainnya, Kuah Beulangong juga menjadi menu favorit berbuka dalam kegiatan ini. Dalam pelaksanaan buka puasa bersama kali ini, pihak Gampong Lhong Cut, turut mengundang warga gampong tetangga yang ada disekitar Gampong Lhong Cut, diantaranya Gampong Mibo, Gampong Lhong Raya, Gampong Peunyerat dan juga pihak MUSPIKA Kecamatan Banda Raya.
Tgk. Mukhtaruddin, selaku Imum Gampong Lhong Cut, menjelaskan, Tradisi “Kuah Beulangong” di Gampong Lhong Cut pada Hari Nuzulul Qur’an 1446 Hijriyah ini, bukan hanya sekedar perayaan ritual saja, tetapi juga merupakan bentuk pengamalan nilai-nilai Islam yang luhur, serta sarana untuk mempererat ukhuwah persaudaraan dan persatuan masyarakat.Â
Melalui tradisi ini, Masyarakat Gampong Lhong Cut berhasil menunjukkan bagaimana tradisi budaya dapat bersinergi dengan nilai-nilai agama untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh berkah.”
ujar Tgk. Cut, sapaan akrap Tgk. Mukhtaruddin
Pada kesempatan yang sama, Keuchik Gampong Lhong Cut, Muhammad Yasin, menerangkan bahwa kegiatan ini bersifat gotong royong dan sebagai bukti bahwa, masyarakat Gampong Lhong Cut secara bersama-sama mempererat persaudaraan dan persatuaan dan juga masyarakat berperan aktif dalam mensukseskan kegiatan ini yang di koordinir oleh Kepala Dusun masing-masing.
“Alhamdulillah acara ini berjalan dengan tertib dan lancar dengan adanya persatuan dan gotong royong bersama yang dilakukan oleh warga Gampong Lhong Cut ini. ” sebut Keuchik Yasin.Â
Nuzulul Qur’an atau turunnya Al-Qur’an merupakan momentum penting bagi umat Islam. Peristiwa ini terjadi pada malam Lailatul Qadar, yang diyakini terjadi di salah satu malam dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, meskipun secara spesifik tidak disebutkan tanggalnya. Ayat ini menegaskan bahwa Ramadhan adalah bulan di mana petunjuk hidup bagi umat manusia, yakni Al-Qur’an, diturunkan untuk memberi cahaya dan petunjuk hidup bagi umat manusia.Â
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah, ayat 185, yang menyebutkan tentang Nuzulul Qur’an.
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan tentang petunjuk itu, serta pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada yang hadir (di bulan Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (maka wajib mengganti puasa itu) pada hari-hari yang lain. Allah menginginkan kemudahan bagimu dan tidak menginginkan kesulitan bagimu, dan supaya kamu menggenapkan bilangan puasa dan supaya kamu membesarkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, dan bulan tersebut merupakan bulan yang penuh berkah, di mana umat Muslim merayakan turunnya wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan peristiwa Nuzulul Qur’an.
Di Gampong Lhong Cut, tradisi Kuah Beulangong merupakan salah satu warisan budaya yang telah lama dipelihara oleh masyarakat setempat. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada hari Nuzulul Qur’an, yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan. Pada tahun 1446 Hijriyah, seperti tahun-tahun sebelumnya, masyarakat Gampong Lhong Cut mengadakan acara yang penuh makna untuk mempererat ukhuwah persaudaraan dan persatuan dalam komunitas mereka.
Makna Tradisi Kuah Beulangong
“Kuah Beulangong” adalah sejenis hidangan yang dimasak secara bersama-sama oleh warga setempat, biasanya terdiri dari bahan-bahan yang mudah didapatkan di sekitar mereka. Hidangan ini dimasak dalam jumlah besar dan dibagikan kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan status atau usia. Dalam tradisi ini, setiap orang terlibat langsung dalam proses memasak, yang bukan hanya sekedar membuat makanan, tetapi juga merupakan simbol gotong royong dan kebersamaan.
Tujuan dan Manfaat Tradisi
Tujuan utama dari tradisi ini adalah untuk mempererat hubungan antarwarga, menjalin silaturahmi, dan menjaga kebersamaan dalam masyarakat. Setiap orang, dari anak-anak hingga orang dewasa, terlibat dalam kegiatan ini, baik itu dalam proses memasak, menyajikan hidangan, ataupun berbagi makanan. Selain itu, dengan digelarnya acara ini pada hari Nuzulul Qur’an, masyarakat juga mengingat kembali turunnya wahyu Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengingatkan mereka akan pentingnya ilmu, kebersamaan, dan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Pengaruh Positif terhadap Kehidupan Masyarakat
Tradisi Kuah Beulangong memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat Gampong Lhong Cut. Dengan adanya acara ini, rasa persaudaraan di antara warga semakin kuat, karena setiap individu merasakan kebersamaan yang hakiki. Kegiatan ini juga memperkuat semangat gotong-royong, yang merupakan salah satu nilai budaya yang sangat dihargai di Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan.
Selain itu, pada hari Nuzulul Qur’an, masyarakat juga diingatkan untuk merenungkan makna Al-Qur’an dalam kehidupan mereka, memperdalam ilmu agama, dan menjalani hidup dengan penuh kasih sayang dan saling membantu antar sesama.

Sejarah Singkat Kuah Beulangong
Nama “Kuah Beulangong” berasal dari bahasa Aceh, di mana “Kuah” berarti sup atau masakan berkuah, dan “Beulangong” merujuk pada kata “beulangong” yang dalam bahasa Aceh berarti “kuali besar” atau “kuali terbuat dari besi, untuk memasak kuah dalam porsi besar.” Oleh karena itu, Kuah Beulangong dapat diartikan sebagai hidangan yang disiapkan secara bersama-sama dalam sebuah acara atau perayaan hari besar.
Tradisi ini tidak hanya sekadar memasak bersama, tetapi juga melibatkan seluruh anggota masyarakat dalam proses memasak, yang mencerminkan semangat kebersamaan dan gotong royong. Kuah Beulangong sering disajikan dalam acara-acara besar seperti hari raya, perayaan Nuzulul Qur’an, atau acara adat lainnya.
Pada awalnya, Kuah Beulangong memiliki makna yang sangat erat dengan kebersamaan, di mana masyarakat Aceh akan memasak hidangan ini secara kolektif untuk mempererat tali persaudaraan. Biasanya, hidangan ini disiapkan dalam jumlah besar dan dibagikan kepada seluruh masyarakat, tanpa membedakan status sosial atau usia. Semua warga, dari yang tua hingga yang muda, akan terlibat dalam proses memasak dan penyajian.
Pada masa lampau, tradisi ini dilakukan untuk menyambut hari-hari besar keagamaan, seperti bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, tetapi juga dalam konteks lain, seperti perayaan Nuzulul Qur’an, yang merupakan hari turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu nilai utama yang terkandung dalam tradisi Kuah Beulangong adalah semangat gotong royong. Semua orang terlibat dalam proses mulai dari memasak, menyiapkan bahan-bahan, hingga menyajikan hidangan. Tradisi ini menggambarkan betapa pentingnya kerja sama dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini juga menjadi simbol bahwa dalam kebersamaan terdapat kekuatan dan nilai luhur yang memperkuat persatuan.
Kuah Beulangong sering kali disajikan pada momen keagamaan seperti pada perayaan Nuzulul Qur’an yang jatuh pada malam 17 Ramadhan. Nuzulul Qur’an adalah peringatan turunnya wahyu pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, masyarakat Aceh, termasuk di Gampong Lhong Cut, mengadakan berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, dengan Kuah Beulangong sebagai simbol dari semangat kebersamaan, berbagi, dan memperkuat iman.
Di era modern ini, meskipun banyak perubahan yang terjadi, tradisi Kuah Beulangong masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Aceh, khususnya di pedesaan seperti di Gampong Lhong Cut. Meskipun teknologi dan pola hidup masyarakat telah banyak berubah, tradisi ini masih dianggap penting untuk menjaga rasa persaudaraan, persatuan, dan semangat gotong royong.
Hidangan Kuah Beulangong yang kaya akan rempah-rempah dan rasa khas Aceh tetap menjadi favorit masyarakat dalam acara adat dan keagamaan. Bahkan, acara memasak bersama ini terkadang melibatkan generasi muda untuk lebih mengenal dan menghargai tradisi leluhur mereka.
Tradisi Kuah Beulangong di Gampong Lhong Cut dan daerah Aceh lainnya merupakan bagian dari kekayaan budaya yang mencerminkan semangat kebersamaan dan nilai-nilai Islam. Meskipun zaman terus berkembang, semangat gotong royong dan kebersamaan yang terkandung dalam tradisi ini tetap relevan untuk mempererat ukhuwah persaudaraan dalam kehidupan masyarakat.