PEMANFAATAN FASILITAS  SERTIFIKAT HALAL JALUR SELF DECLARE UNTUK PELAKU USAHA MIKRO DAN KECIL DI ACEH

Hasil Pengabdian Masyarakat Dosen Politeknik Kutaraja tahun 2023

Penulis :
Saiful Bahgia, S.E., M.Si., Ak., CA.
Hasbi, S.Tr.M., C.FR.
Hamdani, S.E., M.Si., C. FTax.

Pendahuluan

Kementerian Koperasi, dan UKM Republik Indonesia, merilis 5 (lima) kriteria yang harus dimiliki Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di masa depan, yaitu : 1). Memiliki legalitas usaha lengkap; 2). Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan riset untuk menciptakan inovasi; 3). Menerapkan aspek-aspek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial; 4). Senang berjejaring dan membangun kolaborasi; dan 5). Memanfaatkan teknologi digital dalam seluruh kegiatan usaha dengan optimal.

           Berdasarkan kelima kriteria yang harus dimiliki UMKM untuk masa depannya, kriteria utama yang mencakup keberlangsungan kriteria lainnya adalah legalitas usaha lengkap yang harus dimiliki UMKM. Legalitas usaha lengkap bertujuan dapat memberikan berbagai akses pembiayaan dan pengembangan usaha. Secara tidak langsung, legalitas usaha memberikan jaminan bagi UMKM untuk melakukan kerja sama bisnis yang lebih besar dan komersil berbagai produk/jasa yang dihasilkan. Adapun legalitas usaha bagi UMKM meliputi : 1.) Badan Hukum Usaha (Perseroan Perorangan, PT/CV); 2.) Nomor Induk Berusaha (NIB); 3.) NPWP; 4.) HKI; 5.) Izin Edar (PIRT, setifikat halal dan sertifikasi produk lainnya).

           Menurut Safaruddin (2022), Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Kecil Dinas Koperasi dan UKM Aceh, dalam workshop perkoperasian dan UMKM, menyebutkan, saat ini Aceh memiliki 334,588 UMKM, dengan rincian :

  1. Jumlah usaha mikro adalah 291.633 usaha (89,71%).
  2. Jumlah usaha kecil adalah 30.780 usaha (9,47%).
  3. Jumlah usaha menengah adalah 2.679 usaha (0,82%).
Sumber : Slide Presentasi Safaruddin, S.E., M.Si. (2022)
Permasalahan UMKM saat ini

Berdasarkan jumlah UMKM di Aceh, sebagaimana tersebut di atas, sebagian besar  belum melengkapi legalitas usahanya, sehingga masih banyak UMKM, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil di Aceh belum percaya diri dalam beriwarausaha dan mengembangkan usahanya. Salah satu bentuk legalitas tersebut yang belum dilengkapi UMKM saat ini, yaitu sertifikasi produk halal. Sebagaimana amanat Pasal 4 Undang-undang Nomor 33 tahun 2014, bahwa “setiap produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.” Pemerintah juga telah menfasilitasi sertifikasi produk halal gratis bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) melalui Program Sertifikat Halal Gratis (SEHATI). 

Atas dasar tersebut, pelaku UMK di Banda Aceh, perlu mendapatkan Pendampingan Sertifikasi Halal dan Fasilitas Sertifikat Halal Melalui Jalur Self Declare Secara Gratis.

Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut :

  1. Adanya produk UMKM yang tersertifikasi halal;
  2. Mengedukasi masyarakat pelaku UMKM tentang pentingnya izin edar;
  3. Mengedukasi masyarakat pelaku UMKM tentang proses produk halal;
  4. Meningkatkan nilai jual produk UMKM Aceh;
  5. Meningkatkan literasi pelaku UMKM tentang nilai-nilai kesehatan, kehalalan dan bahaya suatu produk.

Sedangkan manfaat dari pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :

  1. Terbentuk UMKM binaan baru dari hasil pengabdian masyarakat Dosen Politeknik Kutaraja;
  2. Terciptanya kelompok UMKM naik kelas di Aceh;
  3. UMKM lebih percaya diri dalam meningkatkan penjualannya;
  4. Menjadi acuan dasar bagi UMKM dalam pemasaran produk kepada masyarakat luas;
  5. Membantu pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersertifikasi halal 10 juta produk UMKM di Indonesia tahun 2024.
Solusi yang ditawarkan

Solusi adalah suatu jalan keluar atau jawaban dari suatu masalah. Berdasarkan Latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka permasalahan izin edar pelaku UMKM di Aceh adalah belum tersertifikasi halal sebagian besar produk UMK. Maka perlu dilakukan pendampingan sertifikasi halal bagi produk UMK yang ada di Aceh.

Pengertian UMKM

Kategori usaha di Indonesia dibagi ke dalam beberapa kategori. Adapun istilah yang sering kita kenal yaitu Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UMKM). Pengertian UMKM dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 disebutkan :

  1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
  2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
  3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Kriteria UMKM

Berdasarkan kriteria, menurut ketentuan PP Nomor 7 tahun 2021, UMKM dapat dikategorikan berdasarkan modal dan omset tahunan. Adapun kriteria UMKM berdasarkan modal adalah :

  1. Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
  2. Usaha Kecil memiliki modal usaha lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
  3. Usaha Menengah memiliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

          Sedangkan kriteria UMKM berdasarkan hasil penjualan tahunan adalah sebagai berikut :

  1. Usaha Mikro  memiliki  hasil  penjualan  tahunan  sampai dengan Paling banyak 000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
  2. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan Paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan
  3. Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima  belas  miliar  rupiah)  sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar).

 

*tidak termasuk tanah dan bangungan (Sumber : PP Nomor 7 Tahun 2021)
Pelaku Usaha

Pelaku usaha (PU) dalam PP nomor 39 tahun 2021 adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. PU yang mengajukan permohonan sertifikat halal, wajib :

  1. memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur;
  2. memisahkan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal;
  3. memiliki Penyelia Halal; dan
  4. melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Pelaku usaha yang dimaksud dalam pengurusan sertifikat halal melalui jalur self declare ini, yaitu, pelaku usaha mikro dan kecil menurut aturan perundang-undangan yang menghasilkan produk wajib bersertifikat halal berdasarkan atas pernyataan pelaku usaha dan standar yang ditetapkan oleh BPJPH, telah memiliki nomor induk berusaha (NIB) yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang investasi (PMA/20/2021).

Get 30% off your first purchase

X
Scroll to Top